Sabtu, 02 November 2013

KEKURANGAN TEKNOLOGI FUEL CELL

Fuel cell merupakan sumber tenaga listrik menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar dan oksigen sebagai oksi dan menghasilkan air dan energi elektrokimia yang diubah langsung menjadi energi listrik. Berbeda dengan battery yang bekerja tidak kontinyu, sel bahan bakar dapat bekerja kontinyu selagi bahan bakar disuplai ke dalam sel. Pertama kali ditemukan oleh Sir William Grove pada tahun 1839. Dasar pemikiran Grove ialah proses kebalikan elektrolisis. Proses elektrolisis memerlukan energi listrik untuk menguraikan air menjadi oksigen dan hidrogen. Kebalikan elektrolisis adalah proses yang terjadi di dalam sel bahan bakar hidrogen (fuel cell). Dalam sel hidrogen dan oksigen digabung dan melalui reaksi pertukaran elektron, akan membentuk molekul air dan sejumlah energi listrik. Sel yang diciptakan oleh Grove diberi nama (gas voltaic battery). Sel tersebut terdiri dari dua batang elektrod (anod dan katod) yang berbeda,. dan antara dua batang elektrod dihubungkan oleh rangkaian penghantar elektron. Sel Grove menghasilkan tegangan sebesar 1.8 Volt dan arus 12 Amphere. Lima puluh tahun kemudian penelitian Grove dilanjutkan oleh Ludwig Mond dan Charles Langer dengan hasil temuanya diberi nama sel bahan bakar (fuel cell). Sel bahan bakar kini sedang menuju komersialisasi. Bahkan sebagian negara seperti Jepang, Jerman dan beberapa negara lainya sudah menggunkan sel bahan bakar hidrogen sebagai sumber tenaga untuk sedan, bis, mainan anak-anak, sebagai pembangkit tenaga listrik dan Amerika sudah sejak tahun 1960 telah menggunakan sel bahan bakar hidrogen (Alkali fuel cell, AFC) sebagai penggerak pesawat ruang angkasa.
Berbicara mengenai energi alternatif untuk mengantikan energi fosil, fuel cell merupakan jawaban yang meyakinkan. Ini bukan suatu impian tetapi suatu ketika kita akan memiliki kulkas dengan sumber listrik fuel cell. Indonesia ini sangat memunkinkan tempat pengilangan fuel cell terbesar didunia mengingat sumber daya alam Indonesia sangat memungkinkan. Untuk sekarang ini, lembaga yang sudah hampir menyelesaikan desain teknologi sampai ke tahap komersialisasi diantaranya, International Fuel Cell, Avista Labs, Energy Partner, H Power, Energy Research Corporation, Allied Signal (US), Ballard (Canada), Mitsubishi, Toshiba, Ishikawajima-Harima Heavy Industries, Fuji Electric (Japan), DeNora (Italy), Rolls-Royce (UK), Siemens (Germany), Ceramic Fuel Cell (Australia), dan Siemens-Westinghouse (Germany-US). Menuru pertimbangan lembaga lembaga penghasil desain teknologi fuel cel ini baru melakukan trobosan dari sisi pertimbangan bahwa walaupun fuel cell masih mahal, akan tetapi dampak polusi dan kerusakan lingkungan sebagai efek penggunaan bahan bakar fosil dapat teratasi. Usaha selanjudnya mempromosikan untuk mas produk fuel cell murah. Dengan pengembangan ini teknologi fuel cell akan bergerak maju menjadi teknologi alternatif yang sangat menjanjikan untuk dimasa depan.
Berikut adalah beberapa kekurangan dari teknologi fuel cell :
1. Hidrogen
Hidrogen sulit untuk diproduksi dan disimpan. Saat ini proses produksi hidrogen masih sangat mahal dan membutuhkan input energi yang besar (artinya: efisiensi produksi hidrogen masih rendah). Untuk mengatasi kesulitan ini, banyak negara menggunakan teknologi reforming hidrokarbon/fosil untuk memperoleh hidrogen. Tetapi cara ini hanya digunakan dalam masa transisi untuk menuju produksi hidrogen dari air yang efisien.
2. Sensitif pada Kontaminasi Zat-asing
Fuel cell membutuhkan hidrogen murni, bebas dari kontaminasi zat-asing. Zat-asing yang meliputi sulfur, campuran senyawa karbon, dll dapat menonaktifkan katalisator dalam fuel cell dan secara efektif akan menghancurkannya. Pada mesin kalor pembakaran dalam (internal combustion engine), masuknya zat-asing tersebut tidak menghalangi konversi energi melalui proses pembakaran.
3. Harga Katalisator Platinum Mahal
Fuel cell yang diaplikasikan pada industri otomotif memerlukan katalisator yang berupa Platinum untuk membantu reaksi pembangkitan listrik. Platinum adalah logam yang jarang ditemui dan sangat mahal. Berdasarkan survei geologis ahli USA, total cadangan logam platinum di dunia hanya sekitar 100 juta kg (Bruce Tonn and Das Sujit, 2001). Dan pada saat ini, diperkirakan teknologi fuel cell berkapasitas 50 kW memerlukan 100 gram platinum sebagai katalisator (DEO, 2000). Misalkan penerapan teknologi fuel cell berjalan baik (meliputi: penghematan pemakaian platinum pada fuel cell, pertumbuhan pasar fuel cell rendah, dan permintaan platinum rendah) maka sebelum tahun 2030 diperkirakan sudah tidak ada lagi logam platinum (Anna Monis Shipley and R. Neal Elliott, 2004). Untuk itulah diperlukan penelitian untuk menemukan jenis katalisator alternatif yang memiliki kemampuan mirip katalisator dari platinum.
4. Pembekuan
Selama beroperasi, sistem fuel cell menghasilkan panas yang dapat berguna untuk mencegah pembekuan pada temperatur normal lingkungan. Tetapi jika temperatur lingkungan terlampau sangat dingin (-10 s/d -20 C) maka air murni yang dihasilkan akan membeku di dalam fuel cell dan kondisi ini akan dapat merusak membran fuel cell (David Keenan, 10/01/2004). Untuk itu harus didesain sebuah sistem yang dapat menjaga fuel cell tetap berada dalam kondisi temperatur normal operasi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar