Fuel cell merupakan
sumber tenaga listrik menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar dan oksigen
sebagai oksi dan menghasilkan air dan energi elektrokimia yang diubah langsung
menjadi energi listrik. Berbeda dengan battery yang bekerja tidak kontinyu, sel
bahan bakar dapat bekerja kontinyu selagi bahan bakar disuplai ke dalam sel.
Pertama kali ditemukan oleh Sir William Grove pada tahun 1839. Dasar pemikiran
Grove ialah proses kebalikan elektrolisis. Proses elektrolisis memerlukan
energi listrik untuk menguraikan air menjadi oksigen dan hidrogen. Kebalikan
elektrolisis adalah proses yang terjadi di dalam sel bahan bakar hidrogen (fuel
cell). Dalam sel hidrogen dan oksigen digabung dan melalui reaksi pertukaran
elektron, akan membentuk molekul air dan sejumlah energi listrik. Sel yang
diciptakan oleh Grove diberi nama (gas voltaic battery). Sel tersebut terdiri
dari dua batang elektrod (anod dan katod) yang berbeda,. dan antara dua batang
elektrod dihubungkan oleh rangkaian penghantar elektron. Sel Grove menghasilkan
tegangan sebesar 1.8 Volt dan arus 12 Amphere. Lima puluh tahun kemudian
penelitian Grove dilanjutkan oleh Ludwig Mond dan Charles Langer dengan hasil
temuanya diberi nama sel bahan bakar (fuel cell). Sel bahan bakar kini sedang
menuju komersialisasi. Bahkan sebagian negara seperti Jepang, Jerman dan
beberapa negara lainya sudah menggunkan sel bahan bakar hidrogen sebagai sumber
tenaga untuk sedan, bis, mainan anak-anak, sebagai pembangkit tenaga listrik
dan Amerika sudah sejak tahun 1960 telah menggunakan sel bahan bakar hidrogen
(Alkali fuel cell, AFC) sebagai penggerak pesawat ruang angkasa.
Berbicara mengenai
energi alternatif untuk mengantikan energi fosil, fuel cell merupakan jawaban
yang meyakinkan. Ini bukan suatu impian tetapi suatu ketika kita akan memiliki
kulkas dengan sumber listrik fuel cell. Indonesia ini sangat memunkinkan tempat
pengilangan fuel cell terbesar didunia mengingat sumber daya alam Indonesia
sangat memungkinkan. Untuk sekarang ini, lembaga yang sudah hampir
menyelesaikan desain teknologi sampai ke tahap komersialisasi diantaranya,
International Fuel Cell, Avista Labs, Energy Partner, H Power, Energy Research
Corporation, Allied Signal (US), Ballard (Canada), Mitsubishi, Toshiba,
Ishikawajima-Harima Heavy Industries, Fuji Electric (Japan), DeNora (Italy),
Rolls-Royce (UK), Siemens (Germany), Ceramic Fuel Cell (Australia), dan
Siemens-Westinghouse (Germany-US). Menuru pertimbangan lembaga lembaga
penghasil desain teknologi fuel cel ini baru melakukan trobosan dari sisi
pertimbangan bahwa walaupun fuel cell masih mahal, akan tetapi dampak polusi
dan kerusakan lingkungan sebagai efek penggunaan bahan bakar fosil dapat
teratasi. Usaha selanjudnya mempromosikan untuk mas produk fuel cell murah.
Dengan pengembangan ini teknologi fuel cell akan bergerak maju menjadi
teknologi alternatif yang sangat menjanjikan untuk dimasa depan.
Berikut adalah beberapa kekurangan
dari teknologi fuel cell :
1. Hidrogen
Hidrogen sulit untuk diproduksi dan
disimpan. Saat ini proses produksi hidrogen masih sangat mahal dan membutuhkan
input energi yang besar (artinya: efisiensi produksi hidrogen masih rendah).
Untuk mengatasi kesulitan ini, banyak negara menggunakan teknologi reforming
hidrokarbon/fosil untuk memperoleh hidrogen. Tetapi cara ini hanya digunakan
dalam masa transisi untuk menuju produksi hidrogen dari air yang efisien.
2. Sensitif pada
Kontaminasi Zat-asing
Fuel cell membutuhkan hidrogen murni,
bebas dari kontaminasi zat-asing. Zat-asing yang meliputi sulfur, campuran
senyawa karbon, dll dapat menonaktifkan katalisator dalam fuel cell dan secara
efektif akan menghancurkannya. Pada mesin kalor pembakaran dalam (internal
combustion engine), masuknya zat-asing tersebut tidak menghalangi konversi
energi melalui proses pembakaran.
3. Harga Katalisator
Platinum Mahal
Fuel cell yang diaplikasikan pada
industri otomotif memerlukan katalisator yang berupa Platinum untuk membantu
reaksi pembangkitan listrik. Platinum adalah logam yang jarang ditemui dan
sangat mahal. Berdasarkan survei geologis ahli USA, total cadangan logam
platinum di dunia hanya sekitar 100 juta kg (Bruce Tonn and Das Sujit, 2001).
Dan pada saat ini, diperkirakan teknologi fuel cell berkapasitas 50 kW
memerlukan 100 gram platinum sebagai katalisator (DEO, 2000). Misalkan
penerapan teknologi fuel cell berjalan baik (meliputi: penghematan pemakaian
platinum pada fuel cell, pertumbuhan pasar fuel cell rendah, dan permintaan
platinum rendah) maka sebelum tahun 2030 diperkirakan sudah tidak ada lagi
logam platinum (Anna Monis Shipley and R. Neal Elliott, 2004). Untuk itulah
diperlukan penelitian untuk menemukan jenis katalisator alternatif yang
memiliki kemampuan mirip katalisator dari platinum.
4. Pembekuan
Selama beroperasi, sistem fuel cell
menghasilkan panas yang dapat berguna untuk mencegah pembekuan pada temperatur
normal lingkungan. Tetapi jika temperatur lingkungan terlampau sangat dingin
(-10 s/d -20 C) maka air murni yang dihasilkan akan membeku di dalam fuel cell
dan kondisi ini akan dapat merusak membran fuel cell (David Keenan,
10/01/2004). Untuk itu harus didesain sebuah sistem yang dapat menjaga fuel
cell tetap berada dalam kondisi temperatur normal operasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar